ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al- Atsariyyah)
Dalam edisi lalu telah disebutkan sejumlah dalil yang menujukkan
keharaman gambar makhluk bernyawa yakni manusia dan hewan. Berikut
kelanjutannya.
Saudariku Muslimah… semoga Allah memberi taufiq kepada kami dan kepadamu…
Dalam edisi yang lalu kita telah mengetahui beberapa dalil1 yang
menunjukkan larangan menggambar makhluk hidup, dalam hal ini gambar
manusia dan hewan, baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Serta tidak
bolehnya menyimpan gambar-gambar tersebut karena syariat justru
memerintahkan agar gambar-gambar itu dihapus/ dihilangkan. Dan
sebenarnya cukuplah laknat dari Rasulullah n beserta ancaman neraka
untuk menghentikan para pembuat gambar makhluk hidup, pelukis, pemahat
dan pematung dari perbuatan mereka. Kalaupun terpaksa tetap pada
profesi/ pekerjaannya, mereka harus menghindari membuat gambar/ patung/
pahatan makhluk bernyawa. Ketika seorang pembuat gambar berkata kepada
Ibnu Abbas c: “Aku bekerja membuat gambar-gambar ini, aku mencari
penghasilan dengannya.” Maka Ibnu ‘Abbas c berkata kepadanya:
“Mendekatlah kepadaku.” Orang itupun mendekati Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas
berkata lagi: “Mendekat lagi.” Orang itu lebih mendekat hingga Ibnu
‘Abbas dapat meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut, lalu
berkata: “Aku akan beritakan kepadamu dengan hadits yang pernah aku
dengar dari Rasulullah n. Aku mendengar beliau n bersabda:
“Semua tukang gambar (makhluk bernyawa) itu di neraka. Allah memberi
jiwa/ ruh kepada setiap gambar (makhluk hidup) yang pernah ia gambar
(ketika di dunia), maka gambar-gambar tersebut akan menyiksanya di
neraka Jahannam.”
Kemudian, setelah menyampaikan hadits Rasulullah n Ibnu Abbas c
menasehatkan: “Jika kamu memang terpaksa melakukan hal itu (bekerja
sebagai tukang gambar), maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang
tidak memiliki jiwa/ruh.”2
Dalil berikut ini lebih mempertegas lagi haramnya gambar makhluk
bernyawa: ‘Aisyahxberkata: “Rasulullah n datang dari safar (bepergian
jauh) sementara saat itu aku telah menutupi sahwah3ku dengan qiram (kain
tipis berwarna-warni) yang berlukis/ bergambar. Ketika Rasulullah n
melihatnya, beliau menyentakkannya hingga terlepas dari tempatnya seraya
berkata:
“Manusia yang paling keras siksaan yang diterimanya pada hari kiamat
nanti adalah mereka yang menandingi (membuat sesuatu yang menyerupai)
ciptaan Allah.”
Kata Aisyah: “Maka kami pun memotong-motong qiram tersebut untuk dijadikan satu atau dua bantal.”4
Dalam riwayat berikut disebutkan bentuk gambar itu, seperti yang diberitakan ‘Aisyah x:
“Rasulullah n datang dari safar sementara aku menutupi pintuku dengan
durnuk (tabir dari kain tebal berbulu, seperti permadani yang dipasang
di dinding, –pent.), yang terdapat gambar kuda-kuda yang memiliki sayap.
Maka beliau memerintahkan aku untuk mencabut tabir tersebut, maka
akupun melepasnya.”5
Masih hadits Aisyahx,ia mengabarkan pernah membeli namruqah6 bergambar
makhluk bernyawa. Nabi r berdiri di depan pintu dan tidak mau masuk ke
dalam rumah. Aisyah pun berkata: “Aku bertaubat kepada Allah, apa
dosaku?” Nabi berkata: “Untuk apa namruqah ini?” Aku menjawab: “Untuk
engkau duduk di atasnya dan bersandar dengannya.”
Beliau n bersabda:
“Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini akan diazab pada hari kiamat,
dikatakan kepada mereka: ‘Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan, dan
sungguh para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada
gambar’.”7
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t menyebutkan bahwa Al-Imam Al-Bukhari t
dalam Shahih-nya mengisyaratkan, kedua hadits di atas8 tidaklah saling
bertentangan bahkan satu dengan lainnya bisa dikumpulkan. Karena
bolehnya memanfaatkan bahan yang bergambar (makhluk bernyawa) untuk
diinjak atau diduduki9 tidak berarti boleh duduk di atas gambar. Maka
bisa jadi yang dijadikan bantal oleh Aisyah x adalah pada bagian qiram
yang tidak ada gambarnya. Atau gambar makhluk hidup pada qiram tersebut
telah terpotong kepalanya atau terpotong pada bagian tengah gambar
sehingga tidak lagi berbentuk makhluk hidup, maka Nabi r pun tidak
mengingkari apa yang dilakukan Aisyah x. (Fathul Bari, 10/479)
Asy-Syaikh Muqbil t berkata: “Dalil-dalil ini menunjukkan haramnya
seluruh gambar makhluk bernyawa, baik yang memiliki bayangan (tiga
dimensi) atau tidak memiliki bayangan (dua dimensi). Hadits qiram
menun-jukkan haramnya gambar makhluk hidup yang tidak memiliki bayangan.
Demikian pula perintah Nabi r untuk menghapus gambar-gambar yang ada di
dinding Ka’bah, maka gambar-gambar tersebut dihapus dengan menggunakan
kain perca dan air.”
Beliau t juga berkata: “Lebih utama bila rumah dibersihkan dari
gambar-gambar yang dihinakan sekalipun (seperti gambar yang ada di
keset, yang diinjak-injak oleh kaki-kaki manusia) agar malaikat tidak
tercegah/tertahan untuk masuk ke dalam rumah. Dan juga Nabi r
memerintahkan agar gambar-gambar yang ada pada namruqah dipotong, dan
bisa jadi gambar-gambar yang ada pada hamparan itu telah terpotong
gambarnya sehingga bentuknya menjadi seperti pohon.” (Hukmu Tashwir,
hal. 31)
Abu Hurairah t berkata: Rasulullah r bersabda: “Jibril datang menemuiku,
beliau berkata: ‘Sesungguhnya aku semalam menda-tangimu, namun tidak
ada yang mencegahku untuk masuk ke rumah yang engkau berada di dalamnya
melainkan karena di pintu rumah itu ada patung laki-laki, dan di dalam
rumah itu ada qiram bergambar yang digunakan sebagai penutup, di samping
itu pula di rumah tersebut ada seekor anjing. Maka perintahkanlah
kepada seseorang agar kepala patung yang ada di pintu rumah itu dipotong
sehingga bentuknya seperti pohon, perintahkan pula agar kain penutup
itu dipotong-potong untuk dijadikan dua bantal yang bisa dibuat pijakan,
dan juga perintahkan agar anjing itu dikeluarkan’.” Rasulullah r pun
melaksanakan instruksi Jibril tersebut. (HR. At-Tirmidzi no. 2806, kitab
Al-Libas ‘an Rasulullah r, bab Ma Ja`a Annal Malaikah la Tadkhulu
Baitan fihi Shurah wa la Kalb, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam
Al-Jami`ush Shahih, 4/319)
Ibnu Abbas c berkata: “Gambar itu dikatakan hidup bila memiliki kepala.
Maka jika kepalanya dipotong tidak lagi teranggap gambar hidup.”
Riwayat mauquf10 ini dibawakan Al-Baihaqi t dalam Sunan-nya (7/270) dan
isnadnya shahih sampai Ibnu Abbas c, kata Asy-Syaikh Muqbil t.11 (Hukmu
Tashwir, hal. 55)
Gambar Makhluk Hidup untuk Kepentingan Belajar Mengajar
Asy-Syaikh Muqbil t berkata: “Pendapat yang membolehkan gambar untuk
kepentingan pengajaran tidaklah ada dalilnya. Bahkan hadits tentang
dilaknatnya tukang gambar yang telah lewat penyebutannya sudah meliputi
hal ini. Dan juga bila hal ini dibolehkan akan menumbuhkan sikap
meremehkan perbuatan maksiat tashwir (membuat gambar) di jiwa para
pelajar. Sehingga mereka akan meniru perbuatan tersebut yang berakibat
mereka bersiap-siap menghadapi laknat Allah bila mereka belum baligh dan
mereka dilaknat bila sudah baligh. Mereka akan menolong perbuatan
maksiat bahkan akan membelanya. Bila demikian, di manakah rasa tanggung
jawab (para pendidik)? Rasulullahr telah bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.”12
“Tidak ada seorangpun yang dijadikan sebagai pemimpin oleh Allah
namun dia tidak memimpin rakyatnya tersebut dengan penuh nasihat (tidak
mengemban amanah dengan baik malah berkhianat kepada rakyatnya, –pent.)
melainkan sebagai ganjarannya dia tidak akan mendapatkan (mencium)
wanginya surga.”13
Nabi r sungguh sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dengan tarbiyyah diniyyah (pendidikan agama). Beliau pernah bersabda:
“Setiap anak itu dilahirkan di atas fithrah, maka kedua ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”14
Beliau juga bersabda dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkannya dari Rabbnya:
“(Allah berfirman:) sesungguhnya Aku menciptakan hamba-Ku dalam
keadaan hanif15 lalu setan membawa pergi/ mengalihkan mereka (dari
kelurusannya).”16
Dengan demikian haram bagi guru/ pendidik dan bagi pemerintah/ penguasa
untuk memberi kesempatan dan kemungkinan bagi para pelajar untuk
menggambar (makhluk hidup). (Hukmu Tashwir, hal. 34-35)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Insya Allah bersambung)
Catatan Kaki:
1 Sebagaimana kami nyatakan dalam edisi yang lalu, tulisan ini kami
susun dengan menukil secara ringkas dari kitab Hukmu Tashwir Dzawatil
Arwah karya Asy-Syaikh Al-Muhaddits negeri Yaman, Muqbil bin Hadi
Al-Wadi’i‘ t, pada beberapa tempat dari pembahasan beliau, yakni tidak
secara keseluruhan. Karena maksud kami adalah menyampaikan secara
ringkas untuk pembaca yang budiman. Wabillahi at-taufiq.
2 HR. Muslim no. 5506, kitab Al-Libas waz Zinah, bab Tahrimu Tashwiri Shuratil Hayawan …
3 Ada beberapa makna yang disebutkan tentang Sahwah. Namun yang lebih
tepat, wallahu a‘lam, sahwah yang dimaukan ‘Aisyah dalam haditsnya
adalah rumah kecil yang posisinya melandai ke tanah dan tiangnya tinggi
seperti almari kecil tempat menyimpan barang-barang. Di atas pintu rumah
kecil inilah ‘Aisyah menggantungkan tirainya. Demikian penjelasan
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t dalam Fathul Bari (10/475)
4 HR. Al-Bukhari no. 5954, kitab Al-Libas, bab Ma Wuthi’a minat Tashawir
dan Muslim no. 5494, kitab Al-Libas waz Zinah, bab Tahrimu Tashwiri
Shuratil Hayawan ….
Disebutkan pula dalam Ash-Shahihain bahwa Nabi r menjadikan bantal
tersebut sebagai alas duduk beliau di rumah atau sebagai sandaran
5 HR. Al-Bukhari no. 5955 dan Muslim no. 5489, dalam kitab dan bab yang sama dengan di atas.
6 Namruqah adalah bantal-bantal yang dijejer berdekatan satu dengan
lainnya atau bantal yang digunakan untuk duduk. (Fathul Bari, 10/478)
7 HR. Al-Bukhari no. 5957, kitab Al-Libas, bab Man Karihal Qu‘ud ‘alash Shuwar dan Muslim no. 5499.
8 Yaitu hadits yang menyebutkan bahwa Aisyah xmemotong-motong qiramnya
menjadi satu atau dua bantal dan hadits yang menyebutkan pengingkaran
Nabi r terhadap perbuatan Aisyah x yang membeli namruqah (bantal-bantal)
untuk tempat duduk beliau. Hadits pertama menunjukkan Nabi r mau
menggunakan bantal yang dibuat dari potongan-potongan kain bergambar
sedangkan hadits kedua menunjukkan Nabi n sama sekali tidak mau
menggunakan bantal-bantal yang dibeli Aisyah x karena ada gambar
padanya.
9 Seperti dijadikan bantal duduk atau keset/ lap kaki.
10 Ucapan, perbuatan atau penetapan (taqrir) dari shahabat
11 Adapun hadits yang marfu‘ (sampai kepada Rasulullah r) dengan lafadz
seperti ini tidak ada yang shahih, bahkan dhaif jiddan (lemah sekali)
(Hukmu Tashwir, hal. 54)
12 HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar c
13 HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ma’qil bin Yasar z
14 HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah z
15 Lurus hanya tunduk kepada Allah, tidak cenderung kepada syirik dan maksiat lainnya.
16 HR. Muslim dari ‘Iyadh bin Himar Al-Mujasyi‘i
http://asysyariah.com/hukum-gambar-makhluk-bernyawa-bagian-2.html
Hukum Gambar Makhluk Bernyawa
Sabtu, 06 April 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar