(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran)
Berita keji terdengar, menggunjingkan rumah tangga Rasulullah
n. Seorang wanita yang mulia, Ash-Shiddiqah bintu Ash-Shiddiq x,
dibicarakan dan diragukan kemuliaannya. Seorang wanita dari kalangan
Quraisy, anak bibi sahabat yang mulia, Abu Bakr Ash-Shiddiq z memberikan
pembelaan pada ‘Aisyah Ummul Mukminin dari berita bohong yang tersebar.
Wanita ini adalah Ummu Misthah bintu Abi Ruhm bin Al-Muththalib bin
‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyiyah At-Taimiyah x. Ibunya bernama
Raithah bintu Shakhr bin ‘Amir bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah.
Ummu Misthah menikah dengan Utsatsah bin ‘Abbad bin Al-Muththalib
bin ‘Abdi Manaf. Dari pernikahan itu, Allah l anugerahkan dua orang
anak, Misthah dan Hindun. Kelak, Misthah menjadi seorang sahabat yang
mempunyai kemuliaan, ikut terjun dalam pertempuran Badr.
Namun dalam perjalanan waktu, sebagai seorang manusia, Misthah
pernah tergelincir dalam kesalahan. Berawal dari tersebarnya berita
bohong tentang Ummul Mukminin ‘Aisyah x yang diembuskan oleh gembong
munafikin, Abdullah bin Ubay bin Salul. Berita itu begitu dahsyat
mengguncang kaum muslimin, hingga ada di antara para sahabat yang
tergelincir, turut membicarakan ‘Aisyah x. Salah satunya adalah Misthah
bin Utsatsah z, putra Ummu Misthah x.
Ummu Misthah sendiri mengingkari perbuatan anaknya. Suatu malam,
Ummu Misthah mengantar ‘Aisyah x yang sedang sakit ke khala’, tempat
menunaikan hajat. Kebiasaan kaum Arab pada waktu itu, sebelum mereka
membuat tempat menunaikan hajat di dekat rumah, mereka pergi ke tempat
yang sunyi dan jauh dari pemukiman untuk menunaikan hajat. Biasanya para
wanita pergi ke tempat tersebut pada malam hari. Saat kembali dari
khala’, di tengah perjalanan Ummu Misthah tersandung. Kakinya tersangkut
pakaiannya sendiri.
“Celaka Misthah!” ucapan itu spontan meluncur dari lisannya.
‘Aisyah keheranan. “Jelek sekali ucapanmu! Apakah engkau memaki seseorang yang ikut dalam Perang Badr?” kata ‘Aisyah.
“Apakah engkau tak pernah mendengar ucapannya?” tanya Ummu
Mishthah. “Apa itu?” ‘Aisyah balik bertanya. Ummu Mishthah pun
menceritakan berita bohong yang tersebar.
Ternyata Misthah bin Utsatsah turut membicarakan berita keji itu.
Ummu Misthah mengingkari dengan sangat perbuatan Misthah, hingga terucap
perkataan itu. Mendengar dirinya dibicarakan sedemikian rupa, bertambah
parahlah sakit ‘Aisyah x. Tak henti-hentinya dia menangis.
Ketika mengetahui bahwa Misthah terlibat dalam pembicaraan dusta
itu, Abu Bakr bersumpah untuk tidak lagi memberikan bantuan nafkah pada
Misthah. Padahal sebelumnya Abu Bakr selalu memberi bantuan karena
mereka memiliki hubungan kerabat. Namun Allah l menegur perbuatan Abu
Bakr z dengan firman-Nya:
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan
di antara kalian bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan
kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang yang
berhijrah di jalan Allah. Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada. Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian? Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nur: 22)
Setelah turun ayat itu, Abu Bakr z pun kembali memberikan bantuan pada Misthah.
Tatkala telah turun ayat pembelaan terhadap ‘Aisyah dari atas
langit, Rasulullah n menetapkan hukuman cambuk terhadap tiga orang
sahabat yang terjatuh dalam kesalahan ini, termasuk Misthah bin Utsatsah
z.
Demikian pembelaan Ummu Misthah terhadap seorang wanita semulia
‘Aisyah x. Demikian pengingkaran Ummu Misthah, sekalipun kemungkaran itu
dilakukan oleh anak kandungnya. Ummu Misthah bintu Abi Ruhm, semoga
Allah l meridhainya.
Wallahu a’lamu bish-shawab.
Sumber Bacaan:
Al-Ishabah (6/74, 8/473)
Ath-Thabaqatul Kubra (10/218)
0 komentar:
Posting Komentar