seputar sahur

Senin, 01 Agustus 2011

by dr.Abu Hana | أبو هـنـاء ألفرداKeutamaan Makan Sahur
Dari Anas bin Malik bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
“Bersahurlah kalian karena di dalam sahur itu terdapat berkah.”(HR. Al-Bukhari no. 1923 dan Muslim 1095)
Dalam hadits Amr bin Al-Ash secara marfu’:
“Pembeda antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim)
Dan dalam riwayat An-Nasa`i, Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda tentang makan sahur, “Sesungguhnya dia adalah berkah yang Allah berikan kepada kalian, maka janganlah kalian meninggalkannya.” Dishahihkan oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shahih (2/422)
Hukum Makan Sahur
Imam Ibnul Mundzir berkata dalam Al-Isyraf, “Umat telah ijma’ bahwa sahur itu dianjurkan lagi disunnahkan, tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya.”
Dan Ibnu Qudamah juga berkata dalam Al-Mughni (3/54), “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini.” Maksudnya dalam hal sunnahnya makan sahur.
Sunnahnya Mengakhirkan Sahur
Berdasarkan hadits Anas dari Zaid bin Tsabit dia berkata, “Kami makan sahur bersama Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- kemudian kami berdiri mengerjakan shalat.” Anas bertanya, “Berapa lama selang waktu antara azan dan makan sahur?” dia menjawab, “Sekitar membaca 50 ayat.” (HR. Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097)
Berdasarkan hadits ini maka akhir waktu sahur adalah awal waktu berpuasa dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama, berdasarkan ayat 87 dari surah Al-Baqarah, “Makan dan minumlah kalian sampai nampak benang putih dari benang hitam yaitu fajar. Karenanya, walaupun tanda imsak sudah diumumkan, maka tetap dihalalkan untuk makan dan minum selama azan subuh belum dikumandangkan. Tanda imsak yang kami maksudkan adalah seruan untuk menghentikan makan dan minum sekitar 15 atau 20 menit sebelum azan subuh guna berjaga-jaga. Kami katakan, syah-syah saja kalau seseorang mau menghentikan makan dan minum sebelum azan, apakah karena dia kenyang atau alasan lainnya. Akan tetapi yang salah besar kalau imsak ini dijadikan tanda haramnya makan dan minum dan mengharuskan orang lain untuk menaatinya, sehingga tersebarkan keyakinan rusak bahwa orang yang makan pada waktu imsak (padahal belum azan) maka puasanya batal. Kalau sekedar ingin berjaga-jaga, maka seseorang bisa tetap makan pada waktu imsak dan segera berhenti kurang lebih satu menit -misalnya- sebelum azan subuh.
Dengan Apa Seseorang Bersahur?
Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Bersahurlah kalian walaupun dengan seteguk air.” (HR. Ibnu Hibban no. 3476) Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- juga bersabda, “Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah korma.” (HR. Abu Daud no. 2345)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fatul Bari (1922), “Sahur bisa dikerjakan dengan makanan atau minuman sekecil apapun yang dimakan oleh seseorang.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiah juga berkata dalam Kitab Ash-Shiyam (1/520-521), “Yang lebih tepat adalah jika dia sanggup untuk makan maka itulah yang sunnah.”
Orang Yang Ragu Akan Terbitnya Fajar
Apakah seseorang masih bisa makan selama dia ragu kalau fajar telah terbit? Misalnya karena dia mengetahui muazzinnya sering azan sebelum waktu subuh dan semacamnya.
Ia dia masih bisa makan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,”Makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187) Sementara orang ini belum jelas baginya kalau fajar telah terbit.
Syaikhul Islam berkata sebagaimana dalam Al-Fatawa (25/260), “Orang yang ragu akan terbitnya fajar, dia boleh makan, minum, dan jima’ berdasarkan kesepakatan ulama.”
Akan tetapi yang benarnya ini adalah pendapat mayoritas ulama, karena Imam An-Nawawi menyebutkan dalam Al-Majmu’ bahwa Imam Malik berpendapat lain dalam masalah ini. Dan tentunya pendapat yang benar adalah pendapat mayoritas ulama.


Seputar Berbuka Puasa

Menyegerakan Berbuka
Disunnahkan untuk menyegerakan buka puasa setelah yakin kalau matahari telah terbenam. Dari hadits Sahl bin Sa’ad  bahwa Nabi   bersabda:
لَا يَزَالُ اَلنَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اَلْفِطْرَ
“Terus-menerus manusia berada dalama kebaikan selama mereka masih menyegerakan buka puasa.” (HR. Al-Bukhari no. 1757 dan Muslim no. 1098)
Dan dari Abu Hurairah secara marfu’, “Terus-menerus agama ini akan nampak selama manusia masih menyegerakan berbuka. Karena orang-orang Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shahih: 2/420)
Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath (1957), “Para ulama bersepakat bahwa waktu berbuka puasa adalah setelah pastinya matahari terbenam, baik dengan rukyat maupun dengan pengabaran dari dua orang yang adil, demikian halnya satu orang berdasarkan pendapat yang kuat.”
Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (7/181), “Penyegeraan berbuka hanya dilakukan setelah diyakini terbenamnya matahari. Tidak boleh ada seorang pun yang berbuka dalam keadaan dia ragu apakah matahari sudah terbenam atau belum, karena sebuah kewajiban, jika dia wajib dengan keyakinan maka tidak boleh keluar darinya kecuali dengan keyakinan pula.”
Doa Berbuka Puasa
Sebelum berbuka puasa maka diwajibkan seseorang untuk membaca basmalah, berdasarkan keumuman hadits Umar bin Salamah riwayat Muslim tatkala Nabi   bersabda kepadanya:
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ
“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang terdekat denganmu.”
Adapun hadits:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Ya Allah hanya untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezki-Mu aku berbuka.” (HR. Abu Daud no. 2358)
Maka dia diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dan dalam sanadnya ada Abdul Malik bin Harun bin Antarah yang dia meriwayatkan dari ayahnya. Sedangkan dia adalah matrukul hadits sementara ayahnya adalah rawi yang dhaif.
Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabarani dalam Al-Ausath dan Ash-Shaghir, sedang dalam sanadnya ada Ismail bin Amr -dhaif- dan Daud bin Az-Zibriqan -rawi yang matruk-.

Adapun hadits Ibnu Umar secara marfu’:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Telah sirna dahaga, urat-urat telah basah dan pahala telah tetap insya Allah Ta’ala.” (HR. Abu Daud no. 2357)
Maka ada perbedaan di kalangan ulama belakangan dalam hukumnya. Asy-Syaikh Al-Albani menshahihkannya, sementara Asy-Syaikh Muqbil melemahkannya karena di dalam sanadnya ada Marwan bin Salim Al-Muqfi’. Al-Hafizh dalam At-Taqrib berkata tentangnya, “Maqbul,” dan istilah ini biasa beliau gunakan untul rawi yang majhul al-hal, wallahu a’lam.
Ala kulli hal, kalaupun haditsnya shahih, maka lahiriah hadits menunjukkan doa ini dibaca setelah menyantap buka puasa, bukan sebelumnya. Karena doa ini datang dalam bentuk fi’il madhi (keta kerja lampau), “Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah,” sementara dahaga tidak mungkin hilang kecuali setelah minum, wallahu a’lam.
Disunnahkan memberi ifthar (buka puasa)
Berdasarkan hadits Zaid bin Khalid Al-Juhani bahwa Nabi   bersabda:
“Barangsiapa yang memberi makan buka puasa kepada orang yang berpuasa maka akan dituliskan untuknya pahala seperti pahalanya, hanya saja tidak dikurangi sedikit pun dari pahala orang yang berpuasa.” (HR. At-Tirmizi no. 807, An-Nasai dalam Al-Kubra: 2/256 dan Ibnu Majah no. 1746)
Sumber :
http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1581
http://al-atsariyyah.com/seputar-sahur.html
http://al-atsariyyah.com/seputar-berbuka-puasa.html

2 komentar:

Akhwat's Note mengatakan...

Assalaamu'alaykum warohmatullah. Kunjungan balik nih um tp dgn alamat site baru. Blognya bagus. Jazaakillahu khoiron ats invite nya di MP ana ^_^

ummuhamzah mengatakan...

wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh....afwan umm,baru di jawab lama nggak buka2 blog,waanti jazakillahu khoir

Posting Komentar