ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc)
Setan telah berikrar untuk menggoda manusia. Ia bersumpah di hadapan Allah l setelah Allah l memutuskan bahwa dia harus keluar dari surga dalam keadaan terhina.
Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tida k akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 16-17)
Qatadah t mengatakan: “Wahai anak Adam, setan akan mandatangimu dari segala arah. Akan tetapi ia tidak akan mendatangimu dari arah atasmu. Ia tidak akan bisa menghalangi antara kamu dan rahmat Allah l.”
Ibnul Qayyim t mengatakan: “Jalan yang dilalui manusia ada empat, tidak ada yang lain. Seseorang terkadang mengambil arah kanan, terkadang mengambil arah kiri, terkadang mengambil arah depan, dan terkadang kembali ke belakang. Maka jalan mana saja yang ia tempuh dari arah-arah ini, ia akan mendapati setan mengintainya. Kalau dia menelusuri jalan tersebut untuk taat kepada Allah l, ia akan mendapati setan pada jalan itu untuk menghambatnya dan memutus jalannya, atau untuk melambankan ketaatannya. Sedangkan bila ia menelusuri jalan itu untuk berbuat maksiat, maka ia pun akan mendapati setan berada padanya untuk menyemangatinya atau untuk membantunya serta menghiasinya dengan angan-angan. Seandainya ia bisa turun maka setan pun akan menggoda dari arah sana.”
Ibnul Qayyim t juga mengatakan: “Tidaklah Allah l memerintahkan sesuatu melainkan setan memiliki dua godaan kepadanya, baik ke arah menyepelekan atau ke arah berlebih-lebihan. Sedangkan agama Allah l berada di tengah-tengah antara yang menyepelekannya dan antara yang berlebih-lebihan padanya. Bagaikan sebuah lembah yang terletak di antara dua gunung, petunjuk di antara dua kesesatan, dan di tengah antara dua ujung (kutub) yang tercela. Maka, sebagaimana orang yang menyepelekan perintah itu berarti menyia-nyiakannya, demikian pula yang berlebihan juga menyia-nyiakannya. Hanya saja yang itu dengan menyepelekan, sedangkan yang ini dengan melampaui batas. (Madarijus Salikin)
Beliau juga berkata: “Fitnah (godaan) itu ada dua macam. (Yang pertama) adalah godaan syubhat (kesalahpahaman, kerancuan berpikir atau berkeyakinan), dan itu adalah yang terbesar dari dua godaan tersebut. Yang kedua adalah godaan syahwat. Terkadang keduanya terkumpul pada seorang hamba, dan terkadang hanya ada satu.
Godaan syubhat disebabkan lemahnya bashirah dan sedikitnya ilmu. Lebih-lebih bila itu diiringi dengan niat yang jelek dan munculnya hawa nafsu. Di situlah godaan dan musibah terbesar. Maka silakan engkau katakan semaumu tentang kesesatan orang yang niatnya jelek, di mana yang mengendalikan adalah hawa nafsunya bukan petunjuk, disertai kelemahan bashirah dan sedikitnya ilmu tentang (syariat) yang Allah l utus dengannya Rasul-Nya. Maka dia tergolong orang yang Allah l katakan tentang mereka:
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (An-Najm: 23)
Allah l juga telah memberitakan bahwa mengikuti hawa nafsu itu akan menyesatkan dari jalan Allah l. Allah l berfirman:
“Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Shad: 26)
Tidaklah ada yang menyelamatkan seseorang darinya kecuali mengikuti Rasul dengan sebenarnya, serta berhukum kepadanya dalam urusan agama, yang kecil atau yang besar, yang tampak atau yang tidak tampak, aqidah ataupun amalan, hakikat maupun syariat. Maka, hakikat iman dan syariat Islam diambil darinya. Demikian juga apa yang Allah l tetapkan berupa sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan nama-nama-Nya, serta (meniadakan) apa yang ditiadakan darinya. Sebagaimana diambil dari beliau tentang wajibnya shalat, waktu-waktunya dan jumlah rakaatnya. Demikian pula besaran zakat dan orang-orang yang berhak mendapatkannya. Juga wajibnya wudhu dan mandi dari janabat serta puasa Ramadhan.
Sehingga seseorang tidak boleh menganggap beliau sebagai rasul dalam salah satu urusan agama tapi tidak pada urusan yang lain. Bahkan beliau adalah rasul dalam segala hal yang dibutuhkan oleh umat, baik dalam hal ilmu maupun amal. Tidak boleh diterima kecuali dari beliau dan tidak boleh diambil kecuali darinya. Petunjuk semua itu berkisar antara ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya. Semua yang keluar/menyimpang dari jalannya, maka itu adalah kesesatan.
Maka, bilamana seseorang mengikat qalbunya untuk itu dan berpaling dari selainnya, lalu menimbang segala sesuatu dengan ajaran yang dibawa beliau n; bila sesuai maka dia terima –bukan karena orang itulah yang mengatakannya, akan tetapi karena sesuai dengan ajaran Rasul– dan jika menyelisihinya maka dia tolak siapapun yang mengatakannya. Maka inilah yang akan menyelamatkan dia dari godaan syubhat. Akan tetapi bila dia kehilangan sebagian dari prinsip ini, maka dia akan tertimpa godaan syubhat seukuran dengan hilangnya prinsip tersebut.
Fitnah (godaan) syubhat ini terkadang muncul karena pemahaman yang keliru. Atau karena penukilan yang salah. Atau karena kebenaran yang tersembunyi dari seseorang dan ia belum mendapatkannya. Bahkan mungkin karena tujuan yang rusak atau hawa nafsu yang diperturuti. Hal itu disebabkan oleh butanya pandangan qalbu dan rusaknya niat. (Ighatsatul Lahfan)
Wallahu a’lam.
http://www.asysyariah.com/syariah/oase/785-godaan-hawa-nafsu-oase-edisi-59.html
0 komentar:
Posting Komentar