Hikmah Dakwah Nabi Ibrahim bagian 3

Kamis, 30 Juni 2011


Sekali lagi Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepada Ibrahim u dan merahmati pula isterinya Sarah yang telah berusia lanjut dan mandul dengan berita gembira akan lahirnya seorang putera dari rahimnya yaitu Ishaq u.

Sebagaimana dengan nabi-nabi terdahulu, ketika Allah mengutus Nabi Luth u kepada kaumnya, mereka juga mendurhakainya. Allah pun kemudian memutuskan untuk menyiksa mereka. Nabi Luth u sendiri boleh disebut sebagai murid Nabi Ibrahim sehingga hak Nabi Ibrahim terhadapnya sangat besar.
Datanglah para malaikat yang diutus untuk menghancurkan kaum Nabi Luth kepada Nabi Ibrahim dalam wujud manusia. Ketika mereka menemuinya dan mengucapkan salam, beliau menjawab salam itu dan segera menjamu mereka. Dan Allah memberi rizki yang luas dan kedermawanan kepada beliau di mana rumah beliau merupakan persinggahan para tamu.
Diam-diam beliau segera menemui isterinya kemudian menjumpai tamunya sambil membawa daging anak sapi gemuk yang telah matang dan menyuguhkannya kepada mereka. Beliau berkata:

“Silakan kalian makan.” (Adz-Dzariyat: 27)Firman Allah I:

“Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut.” (Hud: 70)
Yakni, karena menyangka jangan-jangan mereka pencuri.
Firman Allah I:

“Malaikat itu berkata: ‘Jangan takut. Sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth’.” (Hud: 70)
Pada waktu itu, Sarah-lah yang melayani mereka. Para malaikat itu memberi kabar gembira kepada Nabi Ibrahim dengan seorang anak yang alim (Ishaq). Mendengar berita ini, Sarah terpekik dan menepuk mukanya sendiri sambil tercengang, bingung bercampur rasa bahagia. Dia berkata:

“Apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua?” (Hud: 72)
Dan sebelumnya aku adalah seorang wanita yang mandul. Allah I mengisahkan hal ini dalam firman-Nya:

“Dan ini, suamikupun dalam keadaan sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang sangat aneh. Para malaikat itu berkata: ‘Apakah kamu merasa heran tentang keputusan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan berkah-Nya dicurahkan atas kalian, wahai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Mulia.’” (Hud: 72-73)
Malaikat itu memberi kabar gembira kepada keduanya dengan kelahiran Ishaq yang nantinya akan mempunyai anak bernama Ya’qub. Dan Nabi Ibrahim dan istrinya akan berjumpa dengan cucunya itu. Oleh karena itulah, Nabi Ibrahim memuji Allah atas kesempurnaan nikmat yang diberikan-Nya. Firman Allah I:

“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tuaku, Isma’il dan Ishaq. Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar doa.” (Ibrahim: 39)

Pelajaran dari Kisah Al-Khalil u
Perlu diketahui, semua yang dikisahkan oleh Allah I kepada kita melalui sejarah Nabi Ibrahim Al-Khalil u, maka kita dapatkan suatu perintah khusus, firman Allah I:

“(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim.” (Al-Hajj: 78)
Yakni, tetaplah kamu mengikuti agama itu.
Firman Allah I:

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ‘Ikutilah agama Ibrahim yang lurus’.” (An-Nahl: 123)

“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia ketika mereka berkata kepada kaumnya…” (Al-Mumtahanah: 4)
Perintah khusus itu adalah agar mengikuti apa yang diyakini oleh beliau dalam masalah tauhid, pokok-pokok keyakinan (keimanan), akhlak, dan semua berita yang sampai kepada kita tentang beliau. Maka ketaatan kita mengikuti beliau merupakan bagian dari agama kita. Dan karena perintah ini merupakan perintah yang umum sifatnya untuk mengikuti semua hal ihwal beliau. Namun Allah I menyebutkan pula satu hal yang dikecualikan dalam perintah tersebut, yaitu firman-Nya:

“Kecuali ucapan Ibrahim terhadap ayahnya: “Sungguh saya akan memintakan ampun untukmu...” (Al-Mumtahanah: 4)
Maksudnya, untuk yang satu ini, janganlah kita menirunya, yaitu memohon ampunan untuk orang-orang musyrik. Dan permohonan ampunan dari Nabi Ibrahim untuk ayahnya ini sesungguhnya merupakan janji yang beliau ucapkan kepadanya. Maka ketika telah jelas baginya bahwa ayahnya ternyata adalah musuh Allah, beliaupun berlepas diri darinya.
1- Allah telah mengangkat Ibrahim sebagai khalil. Dan khullah lebih tinggi derajatnya dari al-mahabbah. Kedudukan khalil ini tidak didapatkan siapapun kecuali dua orang yaitu Nabi Ibrahim dan Muhammad r.
Kemuliaan yang Allah I berikan kepada beliau, Allah telah menjadikan nubuwwah dan Kitab ini berada di tangan anak-anak cucunya. Allah I mengeluarkan dari tulang sulbi (keturunan langsung) beliau dua golongan umat atau bangsa yang paling utama, yaitu bangsa Arab dan Bani Israil. Allah I memilihnya untuk membangun rumah-Nya yang merupakan rumah ibadah yang paling mulia dan paling awal diletakkan bagi manusia. Dia berikan karunia anak-anak kepadanya di saat usianya sudah lanjut. Allah I penuhi dunia ini, timur dan baratnya dengan sebutan atau namanya, bahkan hati setiap manusia pun mencintai dan memujinya.
2- Allah I mengangkat derajatnya dengan ilmu, keyakinan dan kekuatan hujjah. Allah I berfirman:

“Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang ada) di langit dan bumi agar dia termasuk orang-orang yang yakin.” (Al-An’am: 75)

“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-An’am: 83)
3- Allah I menceritakan kerinduan Nabi Ibrahim untuk mencapai puncak suatu ilmu dan batasnya, di mana beliau berdoa kepada Allah I:


“...Wahai Rabbku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah engkau?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” Allah berfirman: “Ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya. Kemudian letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah: 260)
4- Sesungguhnya barangsiapa yang bertekad mengerjakan suatu ketaatan dan mencurahkan segenap kemampuannya dalam melakukan hal-hal yang menggiring kepada amalan ketaatan tersebut, namun ternyata ada yang menghalangi sempurnanya pekerjaan itu, maka balasannya telah Allah I tetapkan. Sebagaimana yang Allah I katakan tentang orang yang hijrah kemudian mati sebelum tiba di tempat tujuannya. Juga seperti yang diterangkan oleh Allah I dalam kisah penyembelihan, di mana Allah I menyempurnakan pahala bagi Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimussalam ketika keduanya telah menyerah tunduk kepada Allah Idan siap melaksanakan perintah-Nya. Allah I mengangkat kesulitan yang mereka alami dan Allah I berikan kepada keduanya pahala dunia dan akhirat.
5- Di dalam kisah Nabi Ibrahim ini terdapat pula adab berdiskusi, cara dan tahapannya yang bermanfaat, serta bagaimana menggiring lawan dengan cara yang sangat jelas dipahami oleh mereka yang berakal. Di sini juga Allah tunjukkan bagaimana menundukkan para penentang yang keras kepala agar mengakui kesesatan pendapat atau pemikirannya sekaligus menegakkan hujjah kepada mereka dan sebagai bimbingan bagi mereka yang memang mencari petunjuk.
6- Di antara kenikmatan yang Allah I berikan adalah anak yang shalih. Dengan demikian, wajib bagi yang mendapatkannya untuk bersyukur, memuji Allah serta memohon kepada-Nya kebaikan bagi keturunannya sebagaimana yang dilakukan Al-Khalil u. Allah I menerangkan hal ini dalam firman-Nya:



“Segala puji hanya bagi Allah yang telah menganugerahkan aku di hari tuaku Isma’il dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Mendengar doa. Wahai Tuhan kami, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, wahai Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Wahai Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (Ibrahim: 39-41)
Dan Allah I menyebutkan pula pujian secara umum bagi mereka yang berdoa kepada Allah I untuk kebaikan anak cucunya:


“...sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya mencapai 40 tahun, ia berdoa: ‘Wahai Rabbku, tunjukilah aku agar mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku, dan supaya aku dapat beramal shalih yang Engkau ridhai. Dan berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’.” (Al-Ahqaf: 15)
Karena apabila seorang hamba Allah meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang mendoakan kebaikan untuknya.
7- Masya’ir atau tempat-tempat pelaksanaan manasik (haji dan umrah) merupakan suatu ketetapan. Di dalamnya terdapat berbagai pelajaran berkaitan dengan kedudukan Ibrahim Al-Khalil dan keluarganya dalam beribadah kepada Rabb mereka, juga dalam beriman kepada Allah dan para rasul-Nya. Juga adanya anjuran untuk menjadikan mereka sebagai panutan dalam setiap keadaan agama mereka. Firman Allah I:

“Dan jadikanlah sebagian maqam (tempat berdiri) Ibrahim sebagai tempat shalat.” (Al-Baqarah: 125)
8- Adanya perintah menyucikan Masjidil Haram dari berbagai najis kemaksiatan, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan sebagai pengagungan kepada Allah dan perhatian serta dorongan bagi orang-orang yang beribadah di dalamnya atau di dalam masjid lainnya, karena adanya firman Allah I:

“…Dan bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, i’tikaf, ruku’ dan sujud.” (Al-Baqarah: 125)

“(bertasbih kepada-Nya) di dalam rumah-rumah (masjid-masjid) yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya.” (An-Nur: 36)
9- Wasiat yang paling utama secara mutlak adalah wasiat Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya. Yaitu wasiat agar tetap menjalankan agama (Islam) dan agar bertakwa kepada Allah I serta bersatu padu di atasnya. Ini juga merupakan wasiat Allah I bagi orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir, karena merupakan sumber kebahagiaan abadi dan keselamatan dari kejahatan dunia dan akhirat.
10- Seorang yang beramal, di samping wajib mengokohkan amalannya dan bersungguh-sungguh melaksanakan sesempurna mungkin, juga wajib untuk tetap berada di antara dua keadaan, takut dan berharap. Dan hendaknya ia memohon dengan penuh ketundukan kepada Rabbnya agar menerimanya, menyempurnakan segala kekurangan, serta memaafkannya. Sebagaimana yang dilakukan Ibrahim dan Isma’il ketika meninggikan pondasi Baitullah.
11- Berdoa kepada Allah I meminta kebaikan dunia dan agama adalah jalan para nabi Allah I. Begitu pula usaha untuk memperolehnya. Adapun kebaikan dalam agama merupakan pokok dan tujuan yang untuk itu makhluk diciptakan. Sedangkan dunia hanyalah sarana dan perantara. Doa Nabi Ibrahim u untuk penduduk Baitul Haram dengan dua hal tersebut dan alasan beliau memohonkan urusan dunia ini, adalah agar menjadi wasilah untuk bersyukur. Allah I berfirman menyebutkan hal ini:

“Dan berilah mereka rizki dari buah-buahan mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim: 37)
12- Dalam kisah Nabi Ibrahim u juga diterangkan syariat memuliakan tamu dan adab bertamu. Karena Allah I menerangkan tentang tamu tersebut bahwa mereka adalah orang-orang yang dimuliakan; mulia di sisi Allah. Dan Nabi Ibrahim u juga memuliakan mereka dengan menyambut mereka dengan ucapan dan perbuatan. Memuliakan tamu termasuk bagian dari iman. Dan di sini beliau melayani sendiri tamu-tamunya dengan segera menyambut mereka sebelum melakukan sesuatu. Kemudian beliau menemui mereka dengan harta terbaik berupa daging sapi gemuk yang beliau tawarkan kepada mereka tanpa perlu meninggalkan mereka mencarinya ke tempat lain. Lalu mengundang mereka makan dengan kalimat yang sangat lembut:

“Silakan kalian makan.” (Adz-Dzariyat: 27)
13- Disyariatkannya mengucapkan salam juga terdapat dalam kisah Ibrahim dan yang memulai lebih dahulu adalah yang akan masuk ke dalam rumah, dan wajib dibalas. Disyariatkan pula mengenali orang yang berhubungan dengan kita: shahabat, relasi atau tamu, karena disebutkan demikian dalam fiman Allah I:

“Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang tidak dikenal.” (Al-Hijr: 62)
Yakni, saya tidak mengenali kalian, dan saya suka kalau kalian memperkenalkan diri kalian kepada saya. Dan ucapan ini lebih lembut dari pada ucapan: “Saya mengingkari kalian”, atau semacamnya.
14- Anjuran agar keluarga (isteri) dan siapa saja yang bertanggung jawab mengatur urusan rumah tangga selalu bersiap diri. Maka Nabi Ibrahim dalam keadaan ini segera menemui isterinya dan seketika itu pula dia dapatkan makanan untuk tamunya telah siap dan hanya tinggal dihidangkan.
15- Mendapat anak dari Sarah yang telah senja dan mandul merupakan salah satu mukjizat Nabi Ibrahim u dan kemuliaan bagi Sarah sebagai wali Allah I .
Kisah seperti ini juga dialami Maryam yang memperoleh ‘Isa u, dan juga Yahya u bagi Nabi Zakariya u dan isterinya. Dan Allah I telah jadikan tanda adanya berita gembira ini bagi Nabi Zakariya u yaitu dengan beliau tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari padahal beliau sehat, kecuali dengan isyarat. Keadaan ini dan yang sejenis adalah ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah I. Lebih ajaib daripada ini adalah diciptakannya Adam u dari tanah. Maha Suci Allah Yang Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
16- Dalam kisah Nabi Ibrahim u terdapat pujian Allah I terhadap beliau yang menghadap Rabbnya dengan hati yang selamat. Firman Allah I:

“Pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak-anak, kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.” (Asy-Syu’ara: 88-89)
Yaitu hati yang selamat dari kejahatan dan semua sebab-sebabnya. Hati yang penuh dengan kebaikan dan kemuliaan, bersih dari syubhat yang merusak ilmu dan keyakinan, bersih dari syahwat yang menghalangi seseorang mendapatkan kesempurnaan, bersih dari kesombongan dan riya’ (pamer), perpecahan, kemunafikan dan akhlak yang buruk, juga bersih dari khianat dan dendam. Penuh dengan tauhid dan iman serta tawadhu’ terhadap kebenaran dan rendah hati terhadap sesama manusia. Dan juga adalah hati yang penuh dengan nasehat bagi kaum muslimin, rasa suka beribadah kepada Allah I dan memberi manfaat bagi sesama hamba Allah I.
17- Apa yang Allah I sebutkan dalam kisah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun dan Ilyas ‘alaihimussalam:

“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam.” (Ash-Shaffat: 79)

“Kesejahteraan dilimpahkan kepada Ibrahim.” (Ash-Shaffat: 109)
Disusul dengan firman Allah I:

“Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Ash-Shaffat: 80)
Di sini Allah Yang Maha Pencipta menjanjikan bahwa setiap orang yang berbuat ihsan (baik) dalam ibadahnya serta berbuat baik pula terhadap sesama hamba Allah I, maka Allah I akan memberi pujian yang baik dan doa dari seluruh alam sesuai dengan perbuatan ihsannya. Ini adalah pahala yang disegerakan dan juga yang ditangguhkan. Semua ini adalah berita gembira bagi seseorang dalam kehidupan di dunia dan akhirat, dan merupakan tanda-tanda kebahagiaan.
http://asysyariah.com/syariah/ibrah/734-hikmah-dakwah-nabi-ibrahim-ibrah-edisi-7.html

0 komentar:

Posting Komentar